[vc_row type=”in_container” scene_position=”center” text_color=”dark” text_align=”left” overlay_strength=”0.3″][vc_column column_padding=”no-extra-padding” column_padding_position=”all” background_color_opacity=”1″ background_hover_color_opacity=”1″ width=”1/6″][/vc_column][vc_column column_padding=”no-extra-padding” column_padding_position=”all” background_color_opacity=”1″ background_hover_color_opacity=”1″ width=”2/3″][vc_column_text]
Konferensi Keanekaragaman Hayati PBB di Mesir belum menghasilkan kesepahaman. Negosiasi antar delegasi dari 194 negara yang terlibat dalam Convensi Biological on Diversity atau CBD ke-14 itu masih terjadi perdebatan panas dengan para pihak.
Sejak 14 November konferensi berlangsung hingga Senin malam, 26 November 2018, masih terjadi perbebatan seru di antara delegasi dari negara-negara tersebut.
Agung Nugroho, salah satu delegasi Indonesia dari Seksi Satwa Liar Direktorat Penerapan Konvensi Internasional dan Konservasi Keanekaragaman Hayati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI menyebut, negosiasi itu menjadi alot karena masih ada negara yang tidak mau menerapkan accsess benefit-sharing.
Accsess benefit-sharing (ABS) adalah perjanjian pembagian manfaat (keuntungan) yang adil dan merata yang timbul dari penggunaan sumber daya genetik.
Pada forum internasional yang belum mencapai kesepahaman itu, lanjut Agung, karena kaitannya dengan sikap negara-negara yang menolak menggabungkan material genetik dengan genetic resource itu juga tidak mau menerapkan ABS.
“Hal itu membuat negara-negara yang biodiversitasnya tinggi gerah, sehingga terjadi perdebatan panas. Yang itu hingga sekarang belum ada titik temu,” kata Agung begitu dikonfirmasi usai pertemuan dengan para pihak, di Mesir, Senin malam.
[/vc_column_text][divider line_type=”No Line” custom_height=”30″][vc_text_separator title=”Sikap Indonesia” align=”align_left”][divider line_type=”No Line” custom_height=”30″][vc_column_text]Agung menyatakan, sikap Indonesia jika dalam proses negosiasi itu tidak ada titik temu maka hal terburuk yang diambil adalah menolak kalimat dalam Pasal yang merugikan Indonesia sebagai salah satu negara penyedia biodiversitas tinggi.
“Itu kalau sampai akhir negosiasi tidak ada titik temu. Maka Pasal atau penggalan dari kalimat dalam Pasal yang tidak disetujui itu akan di-breket. Breket artinya dalam Pasal yang disetujui itu ada kalimat yang tidak akan disepakati Indonesia,” jelas dia.
Meski begitu, kata Agung, saat ini para pihak itu masih dalam proses mencari kesepahaman. Dan proses ini masih berlangsung karena memang mereka harus konsultasikan dengan pemodalnya maupun dengan negaranya masing-masing.
Agung menambahkan, untuk negara-negara yang menolak menggunakan benefit sharing rata-rata dari negara yang teknologinya sudah tergolong baik. Sehingga mereka tidak ingin direpotkan dengan proses pembagian manfaat tersebut.
“Negara-negara tersebut beberapa di antaranya adalah Korea, Jepang. Dan dari Uni Eropa. Mereka ini yang sangat konsen terhadap tidak diberlakukannya ABS dan material genetik dengan genetic resources. Sementara, yang posisinya sama dengan Indonesia itu ada Brasil, Amerika Latin, dan Afrika. Ada 20 negara di blok ini yang rata-rata mempunyai posisi yang sepaham dengan Indonesia,” sambung dia.
“Kalaupun kesepahaman tidak ketemu sampai selesai negosiasi. Maka dari kalimat Pasal yang akan dipenggal akan menjadi agenda pembahasan di (COP) CBD15.”[/vc_column_text][divider line_type=”No Line” custom_height=”30″][/vc_column][vc_column column_padding=”no-extra-padding” column_padding_position=”all” background_color_opacity=”1″ background_hover_color_opacity=”1″ width=”1/6″][/vc_column][/vc_row]